Teks foto:

Tulisan Jawi dalam Manuskrip Melayu: Menyelami Warisan Intelektual Nusantara

Nurhidayat, SE
Nurhidayat, SE

Reporter

Ditulis oleh : Rindhu Dwi Tarisya (202401030)

Mahasiswa ISNJ Bengkalis, Jurusan Akuntansi Syariah

Tulisan Jawi bukan sekadar aksara, melainkan jendela menuju khazanah intelektual dan budaya masyarakat Melayu di Nusantara. Digunakan secara luas sejak abad ke-13, Jawi menjadi medium utama dalam penulisan manuskrip Melayu klasik yang mencakup berbagai bidang: agama, hukum, sejarah, sastra, dan pengobatan tradisional.

Manuskrip Melayu yang ditulis dalam aksara Jawi tersebar di berbagai wilayah seperti Aceh, Riau, Palembang, Banjarmasin, hingga ke Semenanjung Malaya dan Pattani. Naskah-naskah ini tidak hanya berfungsi sebagai alat dokumentasi, tetapi juga sebagai media pembelajaran dan transmisi ilmu pengetahuan. Dalam konteks keagamaan, banyak kitab fikih, tauhid, dan tasawuf ditulis dengan gaya Melayu klasik yang kaya dengan ungkapan lokal namun tetap berakar pada sumber Islam.

Contoh penting adalah Tuhfat al-Nafis, karya Raja Ali Haji, yang menjadi salah satu catatan sejarah penting Melayu-Riau. Ada pula Syair Siti Zubaidah, Hikayat Hang Tuah, dan ratusan manuskrip lain yang menunjukkan bagaimana masyarakat Melayu mengolah nilai, sejarah, dan gagasan melalui aksara Jawi.

Namun, yang membuat tulisan Jawi istimewa bukan hanya pada isinya, tetapi pada estetikanya. Banyak manuskrip ditulis tangan dengan kaligrafi indah, menggunakan tinta alami dan kertas lokal atau Eropa. Ornamen dan hiasan tepi yang rumit mencerminkan kecintaan masyarakat terhadap ilmu sekaligus seni.

Sayangnya, saat ini sebagian besar masyarakat Indonesia tidak lagi akrab dengan tulisan Jawi. Banyak manuskrip Melayu tersimpan di museum atau perpustakaan, baik di dalam negeri maupun luar negeri, namun belum semuanya dikaji atau diterjemahkan. Inilah yang menjadi tantangan besar: bagaimana menghidupkan kembali minat terhadap warisan literasi Jawi di kalangan generasi muda.

Revitalisasi aksara Jawi tidak hanya berarti mengajarkan kembali cara membacanya, tetapi juga menyelami nilai-nilai dan pemikiran yang terkandung dalam manuskrip-manuskrip itu. Dalam konteks Bahasa Indonesia, memahami tulisan Jawi berarti juga memahami fondasi budaya, bahasa, dan cara berpikir bangsa ini sebelum era modern.

Dengan mempelajari Jawi, kita tidak hanya menghargai masa lalu, tetapi juga memperkaya perspektif kita terhadap bahasa, tradisi, dan identitas keilmuan Nusantara.


Tim Redaksi

Diana Susanti, S.Akun
Diana Susanti, S.Akun

Editor

Nurhidayat, SE
Nurhidayat, SE

Fotografer

Berita Lainnya